Rabu, Juni 14, 2017

Hujan itu

Hujan
Tarian alam penyihir akal pikiran.
Gerak setiap tetes nya begitu cepat, bergantian satu dengan yang lain.
Tanpa pernah bertubrukan satu kali pun.
Dengan ikhlas menjatuhkan diri.
Mengenai dedaunan, aspal jalan, kendaraan-kendaraan yang sedang berjalan, genting-genting tanah, asbes, juga seng.
Menimbulkan bunyi tak beraturan, menjelma menjadi musik menggairahkan.
Membuat tetesan-tetesan semakin menari-nari dan indah dipandang, apalagi dari balik lampu pinggir jalanan kota.
Tak jarang, musiknya juga mampu  menggairahkan sang penonton tarian hujan.
Membangunkan simpul-simpul syaraf otak yang ingin istirahat.
Mengajaknya mengeluarkan potongan-potongan gambar masalalu secara acak.
Dengan tega ia memilih potongan-potongan gambar yang sejatinya tidak ingin dilihat lagi.
Tak hanya sampai di situ, musik tak beraturan itu juga mengacak-acak tatanan hati yang selama ini sudah berusaha dirapihkan, setiap hari semakin rapih, tertata rapi di sudut ruangan hati pemiliknya.
Tapi dengan tega ia mengacak-acaknya lagi, membuat yang sudah tertata rapi di sudut ruangan menjadi terletak di depan lobby paling depan, entah bagaimana caranya.
Sadis bukan, sihir yang mampu memberikan pekerjaan berat bagi penontonnya.
Harus menata ulang apa yang sudah disimpan dan ditata rapi, tak ingin dibuka lagi, dengan susah payah.
Dan ketika tarian hujan serta musik tak beraturan itu berhenti, mereka selesai mengerjakan tugasnya. Lebih tepatnya, mengerjai penontonnya. Mereka pergi tanpa tanda, meninggalkan bekas yang nyata, basah dimana-mana. Namun tak mau tahu atas apa yang telah ditinggalkannya.
Menyisakan penonton yang terduduk kaku, tatapan sayu, dan tubuh yang kuyup

                                                                                                                                                      By : R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar